Salah Satu Perbedaan Prinsipil Antara Orde Reformasi Dengan Orde Sebelumnya Adalah

Salah Satu Perbedaan Prinsipil Antara Orde Reformasi Dengan Orde Sebelumnya Adalah – Grid.id – Pada artikel sebelumnya yang membahas tentang demokrasi, Anda sudah mengetahui tentang

Hadi

Salah Satu Perbedaan Prinsipil Antara Orde Reformasi Dengan Orde Sebelumnya Adalah – Grid.id – Pada artikel sebelumnya yang membahas tentang demokrasi, Anda sudah mengetahui tentang implementasi demokrasi Panchsila di era pemerintahan Orde Baru.

Berbagai penyimpangan demokrasi yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru pada akhirnya membawa Indonesia ke dalam masa kritis multidimensi yang ditandai dengan terjadinya krisis keuangan.

Salah Satu Perbedaan Prinsipil Antara Orde Reformasi Dengan Orde Sebelumnya Adalah

Krisis ekonomi memicu krisis politik yang berujung pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dengan munculnya berbagai macam keresahan di masyarakat.

Ejurnal 1412 Jurnal Konstitusi Volume 12 Nomor 2 Juni 2015 By Zainal Alimin

Bukan saja ada desakan untuk mundur dari dalam negeri, tetapi dunia internasional meminta Presiden Soeharto mundur untuk menghindari kekacauan besar.

Setelah gelombang demonstrasi massa untuk menggulingkan Presiden Suharto, ia akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya dari kursi kepresidenan pada 21 Mei 1998, dan Mr. B.J. Habibi, sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden.

Pada masa pemerintahan Presiden Habibie yang relatif singkat, tanda-tanda pelaksanaan demokrasi sesuai prinsip kebebasan pada era Orde Baru mulai tampak dengan nada yang berbeda, seperti:

Dengan diberlakukannya kembali sistem multipartai dalam proses pemilu tahun 1999, masyarakat diberi kesempatan untuk berorganisasi dan bergerak sesuai dengan ideologi dan aspirasi politiknya.

Mengembalikan Jiwa Kemerdekaan Pers

Sistem demokrasi era reformasi adalah demokrasi panchasil, yang berbeda dengan konsep demokrasi panchasil Orde Baru, tetapi agak mirip dengan demokrasi liberal era Orde Lama (1950–1959).

Hal ini dibuktikan dengan berkembangnya sistem pemilu yang memungkinkan masyarakat untuk menggunakan suara dan hak politiknya dalam pemilu.

Puncaknya pada tahun 2004, rakyat Indonesia dapat memilih sendiri wakilnya untuk legislatif, presiden dan wakil presiden, dan pada tahun 2005 kepala daerah dapat dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya.

3. Model rekrutmen politik untuk jabatan politik dilakukan secara terbuka, setiap warga negara yang cakap dan memenuhi syarat dapat menduduki jabatan politik tanpa harus mengalami diskriminasi atau perbedaan berdasarkan ras, suku, dan agama.

Hak Pilih Warga Negara Sebagai Sarana Pelaksanaan Kedaulatan Rakyat Dalam Pemilu

4. Kebanyakan orang dijamin hak dasarnya oleh pemerintah dan konstitusi, seperti hak untuk menyatakan pendapat, kebebasan pers, dan lain-lain.

Keadaan demokrasi Indonesia kini semakin berkembang menuju bentuk idealnya, namun masih terdapat beberapa situasi sulit dalam prosesnya.

Tugas rakyat adalah terus memantau jalannya demokrasi agar nilai-nilainya tidak berhenti pada pemilihan umum, tetapi dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Yuk kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel kajian untuk menunjang kegiatan belajar dan memperluas wawasan. Belajar makin cerdas bersama adjar.id, dunia pendidikan anak Indonesia.

Sociology X Bab 2

Informasi 4 Ciri dan Penjelasan Pemerintahan di Era Orde Baru Wednesday, October 12, 2022 | 09:40 WIB

Informasi 5 Kelebihan dan Kekurangan Pelaksanaan Panchasila Beserta Penyimpangannya Pada Masa Orde Baru Tuesday, October 18, 2022 | 19:30 WIB Laporan polemik tafsir Pancasila (2018) oleh Pak Saiful Arif, staf profesional Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP (d/h UKP-PIP), mendapat tanggapan di kolom surat kabar Jakarta (24/3/ 2018). ) Selaku penulis laporan, saya mengucapkan terima kasih banyak telah membaca laporan dan mengevaluasinya di media massa.

Gagasan utama ketika membaca tulisan-tulisan Pak Arif adalah dimungkinkan untuk membuat parameter yang berkaitan dengan interpretasi atau “cara berpikir panchasilistik” dengan kriteria ilmiah. Artikel ini akan menjawab pertanyaan ini. Tetapi sebelum kita membahasnya, kita perlu mengklarifikasi dua hal.

Pertama, Pak Arif mengatakan bahwa laporan tersebut dengan jelas menerima pandangan Sutan Takdir Alisjahaban (STA) bahwa Pancasila adalah kompromi politik yang melibatkan komitmen yang terpencar-pencar. Itu tidak benar. Laporan tersebut tidak menunjukkan konsensus yang jelas tentang pandangan STA. Tn. Bagian yang dikutip oleh Arif (hal. 3, dalam sub-bagian yang sama, “Pankasilah dan Islam”) adalah gambaran ilustrasi tentang perdebatan negara di Konstituante pada pertengahan abad lalu. Blok Panchsila dan blok Islam. (Catatan: STA sendiri ada di Fraksi Pancasila yang mewakili Partai Sosialis Indonesia, bukan blok Islam.)

Pdf) Kedudukan Hukum Adat Dalam Era Reformasi

Tapi itu bukan hal yang paling penting. Harus ditekankan di sini bahwa laporan ini tidak berusaha untuk menganjurkan definisi tertentu, tetapi menyoroti sifat panchasila yang multi-interpretasi dan kerentanan panchasila terhadap tekanan (lunak) dan interpretasi yang ditarik untuk membenarkan agenda politik tertentu. Bahkan individu-individu generasi paling awal yang mengikuti proses penafsiran panchasila yang beraneka segi yang membentuk dasar negara tidak setuju dengan maknanya; Sedikit yang lebih pedas dari STA.

Kedua, tulisan Pak Arif secara implisit mengasumsikan bahwa panchasila diperlakukan sebagai peraturan yang terpisah, bukan “satu kesatuan dan saling terkait”. Laporan itu tidak memperlakukan Panchasila seperti itu. Perspektif yang dianut dalam laporan ini berfokus pada penyajian pandangan orang-orang berpengaruh tentang Panchasila dari generasi awal dan modern sebagai bukti yang dapat diperdebatkan untuk membangun tesis multi-tafsir tentang Panchasila.

Jika ingin bertanya bagaimana aturan Panchasila berhubungan satu sama lain, laporan tersebut, meskipun singkat, secara implisit menyatakan apakah aturan Panchasila tersebar atau membentuk satu kesatuan, tetapi apakah aturan Panchasila berlaku sama atau “berjenjang-piramida” seperti dalam imajinasi Notonagoro.

Seperti dikutip Kepala BPIP UD Latif (Plenary Negara, 2011:17-18), dalam pemikiran Bung Karn yang sangat “penendang” Pancasila, tatanan aturan Pancasila jelas bukan soal prinsip; Ini adalah urutan berurutan, bukan urutan prioritas. Dalam rumusan awal Sukarno, nasionalisme menjadi kekuatan pertama, sedangkan sila ketuhanan (“yang beradab”) menempati urutan kelima.

Cpns Pengetahuan Umum

Di sisi lain, dalam pandangan hierarkis-piramida, keteraturan itu penting. Dalam pandangan ini, aturan pertama memainkan peran yang mencakup semua, sedangkan aturan di bawahnya tidak inklusif tetapi diterangi oleh aturan di atasnya. Jadi, misalnya, sila kedua diterangi oleh sila pertama dan mencakup sila ketiga, keempat, dan kelima. Sila ketiga diterangi oleh sila pertama dan kedua dan mencakup sila keempat dan kelima. Dan seterusnya. Perspektif hirarkis-piramida menentukan upacara mana yang dianggap lebih mendasar atau mendasar dibandingkan upacara lainnya.

Tentang pentingnya urutan ini, Bang Hatta berkeyakinan bahwa dengan menempatkan tauhid pada sila pertama, maka negara akan memiliki “fondasi moral yang kokoh” dan di bawah tuntunan sila pertama “akan menjalankan lima sila”. (Hatta, Komentari Panchasila, Idayu Press, 1977: 18-19, dikutip dalam laporan hal. 18)

Jadi setidaknya ada dua pandangan tentang bagaimana hubungan panchasil harus dipertimbangkan. Pertanyaannya adalah: Dengan parameter sains, dari kedua sudut pandang tersebut, mana yang lebih benar dan pancasialis?

Di sini saya ingin memberikan saran: Pembahasan tentang Panchasila hendaknya direduksi menjadi pemikiran yang penuh dengan kata-kata abstrak, karena dengan demikian orang dapat menciptakan kata-kata yang penuh dengan kata-kata filosofis untuk sedapat mungkin memuji Panchasila.

Koleksi Soal Cpns

Pembahasan yang mendalami inti permasalahan langsung mengarah pada contoh-contoh konkrit. Dengan cara ini, apa yang dimaksud dengan pandangan “pancassilized” (jika benar-benar ada) dapat diukur dengan lebih baik. Misalnya, laporan tersebut menyentuh pertanyaan tentang seberapa banyak negara dapat mengatur bisnis swasta. Dalam sub-bab ‘Panchasila Pasca Reformasi’, laporan ini mengkaji perdebatan di pertengahan dasawarsa terakhir mengenai undang-undang cabul dan anti cabul. Baik partai pro maupun oposisi sama-sama berbasis Panchasila. Para penentang melihat para pendukung undang-undang tersebut ingin memaksakan moralitas agama ke dalam undang-undang dan berpendapat bahwa landasan panchasil diperlukan karena Indonesia bukan negara agama/teokratis. Para pendukung berpendapat bahwa hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama harus dilarang di negara yang hukum utamanya adalah ketuhanan. (Manakah dari dua hal ini yang lebih “panchacilis”?)

Contoh terbaru, masih dengan topik yang sama, adalah perluasan pasal zina dalam KUHP yang diuji Mahkamah Konstitusi (MK) tahun lalu. Saat itu, putusan Mahkamah Konstitusi tidak memberikannya. Namun, dissenting opinion 4 hakim MK relevan di sini, bahwa legislatif perlu memperluas cakupan pengertian zina hanya kepada orang yang sudah menikah dan belum menikah. Dan keempat hakim MK mendasarkan pendapatnya pada Pancasila.

Keempat hakim MK dalam dissenting opinion dalam putusan MK (hal. 454-455) menyatakan: “Dalam Pancasila, nilai-nilai ketuhanan dibaca dan dimaknai secara hirarkis. Nilai ketuhanan merupakan nilai tertinggi karena mengandung nilai mutlak. nilai-nilai yang diturunkan dari nilai ini Konsep ini adalah peraturan perundang-undangan di Indonesia” yang harus selalu sesuai dengan landasan keimanan dan nilai-nilai agama kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tidak boleh bertentangan dengannya. Lebih tepatnya, pendapat tersebut berujung pada kesimpulan bahwa, antara lain, pasal zina dalam KUHP (delic overspell) yang masih digunakan hingga saat ini merupakan peninggalan Belanda yang masih menganut pandangan “sekuler-hedonistik”. ., pandangan yang menyempitkan ruang lingkup – dan tidak sejalan – dengan makna zina menurut nilai agama untuk memasukkan zina dalam perkawinan (abhikhara) dan bukan dalam perkawinan (zina). Menurut pendekatan ketiga, apakah zina di luar nikah harus dikriminalisasi? Bukankah lima hakim lain yang tidak memenuhi permintaan itu juga “panchasilise”?)

Kolom Pak Arif seolah menganggap bahwa sains menyediakan alat yang netral, bukan teoretis atau objektif dalam menciptakan “cara berpikir panchasilistik”. Sayangnya, kolom ini kurang mendapat penjelasan – yang cukup bisa dimaklumi, karena ruang untuk menulis di koran terbatas.

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

“Cara berpikir panchasila” mengandung model dasar yang mengasumsikan bahwa definisi panchasila dapat dengan mudah diterima oleh semua jika dapat dibuat. Persoalannya, dan ini antara lain yang disebutkan dalam laporan itu, adalah bahwa penafsiran panchasila yang datang dari generasi para founding fathers bangsa tidak seragam bahkan ada yang kontradiktif.

Ambil contoh komunisme. Agar tidak mengulangi apa yang tertulis dalam laporan itu, cukuplah dikatakan di sini bahwa Sukarno adalah seorang yang tergila-gila dengan Marxisme; Dia sering merujuk pada intelektual Marxis dalam penjelasannya tentang Pancasila (terutama ayat kelima); Dapat dikatakan bahwa ide pembentukan Panchsila lahir dari keinginan untuk menyatukan gerakan nasionalis, Islam dan Marxis (bukan sekedar “sosialisme” seperti yang disebut oleh Pak Arif). Dalam kata-kata Roslan Abdulghani, perwakilan PNI dan juru bicara Sukarno saat itu, “Pankasila adalah sintesa ide-ide Islam modern, Marxisme dan demokrasi desa yang sesungguhnya dalam komunalisme penduduk”.

Hadi

Seorang penulis artikel blog yang berbakat dengan kecintaan yang mendalam terhadap dunia tulis-menulis. Dilahirkan dan dibesarkan di kota kecil di Indonesia, Hadi menemukan hasratnya dalam menulis sejak usia muda.

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar