Mengapa Eva Rahmi Termasuk Sosok Yang Berprestasi

Mengapa Eva Rahmi Termasuk Sosok Yang Berprestasi – Pelatihan AKM Soal Literasi AKM SMA Teks Informasi Kelas AKM 1120 mnt Baca 4 Desember 2020 15

Hadi

Mengapa Eva Rahmi Termasuk Sosok Yang Berprestasi – Pelatihan AKM Soal Literasi AKM SMA Teks Informasi Kelas AKM 1120 mnt Baca 4 Desember 2020 15 mnt

Kelas Information AKM Textual Literacy Practice Questions Bacaan 1120 menit Waktu Bacaan: 15 menit Merangkum perubahan peristiwa, prosedur, gagasan atau konsep dalam teks informasi yang terus meningkat secara bertahap.

Mengapa Eva Rahmi Termasuk Sosok Yang Berprestasi

Asesmen Nasional mengukur dua jenis literasi, yaitu literasi matematika dan literasi membaca. Dalam literasi membaca, literasi teks informasi adalah di mana Anda menyelesaikan perubahan peristiwa, prosedur, ide atau konsep dalam artikel. Untuk lebih memahami soal-soal literasi teks informasi AKM, mari kita coba bersama-sama mengerjakan soal-soal berikut.

Ayo Belajar Menulis…: April 2020

Namanya Eva Rahmi Kasim. Tangannya sibuk membuka tumpukan kertas di atas meja. Lembar demi lembar dengan huruf kapital. Kemudian bel pintu berbunyi saat dia menekan tombol di mejanya. Seorang pegawai berbaju batik datang dan mengeluarkan dokumen tersebut. “Maaf, saya selesai menandatangani dulu. Menteri menunggu laporan (Menteri Sosial RI) katanya masih tersenyum.

Eva Rahmi Kasim adalah pimpinan sebuah instansi yang berlokasi di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Jabatannya adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Bantuan Sosial (Puslitbangkesos) Kementerian Sosial RI.

Sepintas tidak ada yang berbeda dari penampilan Hawa. Duduk di kursi di belakang mejanya, dia terlihat normal. Namun, di dinding di sebelah meja ada kursi roda plus dua dipan di seberangnya. Sebagai seorang tunadaksa sejak lahir, Eva mengandalkan perangkat untuk mobilitasnya. “Kalau jalan-jalan di kantor, pakai ini,” katanya sambil menunjuk kursi roda dan tongkat.

Keterbatasan fisik tak menghalangi Eva Kasim untuk meraih jabatan tinggi. Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita melantiknya sebagai Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Kementerian Sosial pada 26 Agustus lalu. Dengan jabatan tersebut, Eva Kasim menjadi satu-satunya aparatur sipil negara (ASN) penyandang disabilitas yang menjabat sebagai eselon II. “Kita semua sama dan kita memiliki peluang yang sama,” katanya.

Quiz Literasi Membaca

Dalam pidato pengukuhannya, Agus Gumiwang mengatakan saat itu Eva resmi diangkat menjadi petinggi pratama bukan karena cacat. Wanita ini pantas mendapatkan pekerjaan itu. Menurut penilaian panitia seleksi (pansel) untuk tawaran pekerjaan itu, dia mendapat nilai tertinggi. Menurut Eva, kondisi fisik bukanlah halangan untuk meraih jabatan tinggi asalkan dibarengi dengan disiplin, kerja keras dan pantang menyerah. “Selain itu, regulasinya juga mendukung,” ujarnya.

Dengan terbitnya Undang-Undang (UU) nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, penyandang disabilitas berhak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya. Presiden Joko Widodo juga menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. Ini mengintegrasikan hak-hak penyandang disabilitas dalam rencana pembangunan nasional. Eva mengatakan, kedua regulasi tersebut memberikan payung hukum yang kuat bagi penyandang disabilitas untuk menggali potensi dirinya.

Meski demikian, Eva tidak memungkiri masih ada orang-orang yang meremehkan penyandang disabilitas, termasuk di instansi yang dipimpinnya. Dia mengelola sekitar 40 pegawai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Kementerian. Sekalipun seseorang tidak menghakiminya, Eva tidak peduli karena dia yakin dia bisa. Dalam kepemimpinannya, ia menganut filosofi menerbangkan layang-layang. Ada kalanya diregangkan dan ada kalanya diketatkan agar ritme kerja berjalan harmonis.

Dengan pekerjaannya saat ini, Eva Rahmi Kasim memiliki tugas sosial. Salah satunya dengan melakukan penelitian yang akan menjadi materi politik untuk mengatasi permasalahan penyandang disabilitas di tanah air. Puslitbangkesos, misalnya, memberikan rekomendasi kepada pemangku kepentingan terkait penyiapan fasilitas layanan publik yang layak bagi penyandang disabilitas, termasuk transportasi hingga fasilitas perbankan. Ia mencontohkan, Indonesia masih belum ramah terhadap penyandang disabilitas. Hal ini tercermin dari beberapa perlakuan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas.

Haluan 30 Oktober 2017 By Harian Haluan

Eva Rahmi adalah sosok yang sempurna. Setelah menamatkan pendidikan S1 di Universitas Indonesia (UI), ia mendapatkan beasiswa untuk studi S2 di Deakin University, Melbourne, Australia. Program studi

Mengambil jurusan ilmu disabilitas. Pada tahun 2019, Eva menerima Lencana Karya Satya dari Presiden Republik Indonesia atas pengabdiannya sebagai ASN. Ia menerima Australian Alumni Award for True Inspiration dari Pemerintah Australia. Eva juga memprakarsai lahirnya Pusat Studi Disabilitas (PKD) di FISIP UI. Di sela-sela kesibukannya, Eva juga aktif menulis di berbagai media nasional. Fokusnya adalah pada masalah disabilitas. Memulai karir sebagai PNS pada tahun 1992, Eva menaiki tangga dari bawah. “Saya harap ini bisa menjadi motivasi bersama, khususnya bagi penyandang disabilitas, bahwa tidak ada batasan untuk menggapai mimpinya,” ujarnya.

Naskah tersebut menyebutkan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan Peraturan Presiden (Perpres) 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia merupakan payung hukum bagi penyandang disabilitas untuk menggali potensi. Kedua peraturan ini sangat bermanfaat bagi penyandang disabilitas karena…

Sesuai dengan isi pasal 6 “Dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Penyandang Disabilitas berhak mendapatkan kesempatan pengembangan karir. Presiden Joko Widodo juga menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. Ini mengintegrasikan hak-hak penyandang disabilitas dalam rencana pembangunan nasional. Eva mengatakan bahwa kedua peraturan tersebut memberikan kerangka hukum yang kuat bagi penyandang disabilitas untuk menggali kemampuannya.” bahwa pemerintah pusat mendukung penyandang disabilitas untuk memiliki hak dalam mengembangkan karirnya. Oleh karena itu, jawaban yang paling tepat adalah (C).

Waspada, Rabu 23 Januari 2013 By Harian Waspada

Sesuai dengan yang ada di alinea 5 “Dalam sambutannya, Agus Gumiwang saat itu mengatakan, Eva diangkat sebagai perwira tinggi pratama, bukan karena cacat. Wanita ini pantas mendapatkan pekerjaan itu. Menurut penilaian panitia seleksi (pansel) untuk tawaran pekerjaan itu, dia mendapat nilai tertinggi. Menurut Eva, kondisi fisik bukanlah halangan untuk meraih jabatan tinggi sejauh disiplin, kerja keras dan pantang menyerah.” Dapat disimpulkan bahwa kesuksesan manusia ditentukan oleh kedisiplinan, kerja keras dan pantang menyerah, bukan karena keterbatasan fisik.

Pelatihan kepemimpinan mengajarkan bahwa kepercayaan diri juga diperlukan dalam kepemimpinan. Dia percaya pada Anda bahwa dia mampu memimpin grup.

Menurut isi pasal 8 “Dengan pekerjaannya yang sekarang, Eva Rahmi Kasim memiliki tugas sosial. Salah satunya dengan melakukan penelitian yang akan menjadi materi politik untuk mengatasi permasalahan penyandang disabilitas di tanah air. Ia mencontohkan, Indonesia masih belum ramah terhadap penyandang disabilitas. Hal ini tercermin dari perlakuan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas.” Dapat disimpulkan bahwa penyandang disabilitas belum mendapatkan perhatian yang semestinya dari orang lain.

Makna kepuasan dapat dilihat dari Penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001, yaitu pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang, potongan (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, penginapan. fasilitas, perjalanan, pengobatan gratis dan fasilitas lainnya. Diskon ini diterima di dalam dan luar negeri, dilakukan melalui sarana elektronik atau non-elektronik. Definisi ini menunjukkan bahwa kepuasan benar-benar berarti pemberian yang netral. Suatu bingkisan menjadi gratifikasi yang dianggap suap jika berkaitan dengan fungsi dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima.

Majalah Edisi Xi Lpm Peristiwa

Istilah kepuasan baru diberikan dalam bidang hukum pidana Indonesia sejak tahun 2001 dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12B dan 12C mengatur tentang gratifikasi, yang mengatur tentang ancaman pidana terhadap semua pegawai negeri/penyelenggara negara yang menerima segala bentuk pemberian yang tidak sah dalam menjalankan tugasnya, atau yang disebut dengan gratifikasi yang dianggap sebagai suap dan tidak melaporkannya. . kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam jangka waktu paling lama 30 hari kerja.

Aturan mengenai penerimaan dalam bentuk apapun sudah ada jauh sebelum UU Pemberantasan Korupsi disahkan. Larangan ini diatur secara rinci dalam Keputusan Presiden nomor 47 tahun 1992 tentang perubahan atas Keputusan Presiden nomor 10 tahun 1974 tentang beberapa pembatasan kegiatan pegawai negeri dalam rangka penggunaan aparatur negara dan penyederhanaan hidup, khususnya Pasal 7 dan 8.

Pada saat upaya hukum ini dibentuk melalui revisi UU Pemberantasan Korupsi, KPK belum ada. Menurut UU No. 30 Tahun 2002 KPK dibentuk dan untuk lebih memperjelas lembaga yang menangani laporan bebas tersebut, dibentuk pedoman khusus untuk mengatur penerapan pasal bebas tersebut. Dalam seni. 26 bersama dengan seni. 13 UU KPK, dibentuk Sub Bidang Kepuasan yang menjadi kewenangan Kedeputian Pencegahan.

Praktik memberi dan menerima hadiah itu wajar dan hidup dalam hubungan sosial. Amalan-amalan ini dilakukan pada saat peristiwa alam (seperti kelahiran, sakit dan kematian) dan diamati atau dirayakan pada waktu-waktu tertentu (seperti aqikah, potong gigi, khitanan, ulang tahun, pernikahan, dan acara berkabung). Dalam konteks adat, praktik memberi bahkan lebih bervariasi. Selain itu, Indonesia merupakan rumah bagi berbagai suku bangsa dengan segala adat istiadatnya. Di antara suku-suku yang banyak ini, tentunya praktik memberi dan menerima hadiah berbeda-beda dengan segala latar belakang sosial dan sejarahnya.

Eva Rahmi Kasim, Penyandang Disabilitas Pertama Yang Jabat Eselon Ii

Syed Hussein Alatas memotret pemberian itu dalam bukunya Korupsi, Hakikat, Penyebab dan Fungsi (LP3ES, 1987). Menurutnya, praktik pemberian hadiah tidak bisa dilihat sebagai faktor korupsi. Hal seperti itu sudah ada sejak lama, tidak hanya di Indonesia dan negara-negara Asia, tetapi juga di negara-negara Barat. Namun, praktik-praktik yang berasal dari lembaga adat tersebut didorong oleh kepentingan di luar aspek hubungan personal dan sosial-emosional.

Thamrin Amal Tamagola (2009) melihat pemberian sebagai sesuatu yang tidak hanya umum di semua masyarakat tetapi juga memainkan peran yang sangat penting sebagai “integrasi sosial” dalam masyarakat atau antar komunitas/marga/suku dan bahkan antar bangsa. Sejalan dengan hal tersebut, Kastorius Sinaga (2009) memberikan pandangan sosiologi tentang kepuasan yang menunjukkan bahwa konsep kepuasan bersifat luas dan elementer dalam kehidupan sosial. Jika memberi dan menerima hadiah ditempatkan dalam konteks hubungan sosial, maka praktiknya netral. Namun, jika ada hubungan kekuasaan, makna kepuasan tidak lagi netral.

Poin penting yang dapat dipahami dari sudut pandang beberapa ahli di atas adalah bahwa praktik menerima hadiah adalah hal yang wajar dalam hubungan pribadi, sosial dan budaya. Namun ketika subjek ini dijangkiti oleh kepentingan lain dalam hubungan kekuasaan tersebut, maka perspektif kepuasan menjadi netral dan tidak dapat dipertahankan. Ini

Hadi

Seorang penulis artikel blog yang berbakat dengan kecintaan yang mendalam terhadap dunia tulis-menulis. Dilahirkan dan dibesarkan di kota kecil di Indonesia, Hadi menemukan hasratnya dalam menulis sejak usia muda.

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar