Lapisan Keras Yang Berkilap Pada Lapisan Produk Keramik Disebut

Lapisan Keras Yang Berkilap Pada Lapisan Produk Keramik Disebut – Wow! Itulah kesan pertama saya saat tiba di Red Lotus Meet the Makers ke-11 di

Hadi

Lapisan Keras Yang Berkilap Pada Lapisan Produk Keramik Disebut – Wow! Itulah kesan pertama saya saat tiba di Red Lotus Meet the Makers ke-11 di Alun-Alun Indonesia, Grand Indonesia pada Jumat, 21 Oktober 2016. Pameran ini diikuti oleh 16 seniman dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka adalah Borneo Chic, Pekunden, Brahma Tirta Sari, Kanwida, Wiru, Tafean Pah, Sri Jarwanti/Wira Yuli Andriani, Savu, Marenggo, Omah Batik Sekar Turi, Masyarakat Pusaka Indonesia, Gerai Nusantara, Pengrajin Cinta Bumi, Komunitas Penenun Mama Aleta, LAWE dan Rifayah Batik. Berbagai kerajinan tangan dipamerkan. Mulai dari kain ikat, kepang, gantungan kunci, tas bahkan dompet dengan berbagai warna dan motif yang menarik. Perpaduan gaya modern dan nuansa tradisional menciptakan kreasi yang sungguh indah dan memanjakan mata. Saya tidak bisa berhenti takjub saat melihat mahakarya lokal yang luar biasa. Saat Andra dan Si Tulang Punggung berkata “Perfectaaaa…”

Seni batik cantik “Marenggo” (dokumentasi pribadi) Gantungan kunci LAWE yang cantik. Saya berharap saya bisa membawa pulang semuanya! (dokumen pribadi) Tas cantik Borneo Chic (dokumen pribadi)

Lapisan Keras Yang Berkilap Pada Lapisan Produk Keramik Disebut

Kesan wow juga terpancar saat melihat karya keramik yang berbeda dalam bentuk yang berbeda. Dimulai dengan gelas, piring, mangkok dan diakhiri dengan celengan. Kekaguman saya terhadap craftmanship di negeri ini semakin bertambah ketika saya melihat Pak Harno (48 tahun) dan keluarganya di sudut alun-alun. Jujur, semua kerajinan di pameran ini sangat menakjubkan. Tidak ada keluhan sama sekali. Namun, kehadiran Pak Harno beserta istri dan anak bungsunya menarik perhatian saya untuk lebih mengenal mereka. Keramik Bayat, bolehkah saya memperkenalkan Anda?

Kerajiana Bahan Lunak

Dari Desa Pagerjurang, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, saya terinspirasi dari Pak Harno dan keluarganya. Tidak hanya datang, mereka juga berbagi pengetahuan tentang produksi gerabah tanah liat secara langsung kepada pengunjung pameran melalui demo produksi gerabah. Istri Sri menjadi pemeran utama dalam demonstrasi ini.

Produk keramik tidak hanya ditemukan di Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Namun, teknik pembuatan keramik Bayat yang berbeda dari yang lain menjadikan keramik Bayat unik. Dalam pembuatannya, pengrajin (istilah yang berarti pengrajin atau seniman) menggunakan alat pembuat gerabah yang disebut roda tembikar. Disebut rotasi miring karena mengharuskan master untuk duduk dan meletakkan kaki kirinya ke bawah untuk menggunakannya. Kaki kirinya kemudian digerakkan berulang-ulang di atas sebatang kayu untuk memutar pot tanah liat agar bisa dibuat gerabah. Alat ini digunakan oleh wanita. Tidak diketahui sudah berapa lama teknik atau alat ini ada. Namun teknik ini konon berawal dari penyebaran agama Islam di Bayat oleh Sunan Padang Aran.

Ibu Sri istri Bpk Harno saat demo produksi gerabah menggunakan alat putar miring (21/10/2016) (dokumen pribadi)

Seperti gerabah keramik lainnya, gerabah ala Bayat harus dibakar terlebih dahulu sebelum dihias. Pak Harno mengatakan keramik Bayat belum masuk kategori “food grade” dan “beverage grade”, artinya aman untuk menyimpan makanan atau minuman. Pasalnya, keramik Bayat baru dibakar pada suhu 650 hingga 700 derajat Celcius, sedangkan syarat agar keramik memenuhi syarat kategori makanan dan minuman adalah harus dibakar pada suhu 1.000 derajat ke atas. Meski demikian, Pak Harno terus mengembangkan keramik Bayat menjadi keramik makanan dan minuman. Metode? Dengan meningkatkan suhu pembakaran hingga 1120 derajat Celcius. “Sekarang saya kembangkan ke kategori makanan dan minuman hingga 1.120 derajat Celcius.” jelas Pak Harno.

Kak Tolong Yh Kaka Plisss​

Pak Harno mengajari seorang pengunjung muda cara membuat gerabah Bayat. Bagaimana hasilnya? (23.10.16) (dokumen pribadi)

Perkembangan keramik Bayat tidak hanya soal “kualitas makanan dan minuman”, tapi juga bidang estetika. Pak Harno berencana untuk bekerja sama dengan pengrajin ikat lilin. Belakangan, berbagai karya batik bakar diglasir. Glasir adalah lapisan yang keras dan mengkilat pada porselen atau keramik. Fungsinya untuk membuat keramik lebih mengkilat. Ada nada khas saat kita mengetik. Tembikar itu kemudian dirancang dengan teknik lilin batik agar lebih indah. Nggak cuma cantik pakai tie-dye wax, apalagi pakai. Memperkenalkan?

Mengenai proses pembakaran, durasinya juga bervariasi. Uglazing membutuhkan 10 jam. Namun, jika Anda menambahkan frosting, akan memakan waktu 7 jam lagi. Menurut Pak Harno, semakin lama dibakar akan semakin baik hasilnya.

Ternyata ada tangan Jepang yang berada di balik perjalanan keramik B-Paragraph selama ini. Ada Profesor Chitaru Kawasaki, seorang profesor di Universitas Seito di Kyoto, yang terlibat dalam postingan ini. Pada tahun 1991, sang profesor datang ke desa Pagarjuranga. Ia tertarik dengan keramik Bayat yang ditemukan di sana dan akhirnya memamerkan kerajinan tersebut di Jepang pada Shigaraki Open, sebuah acara pameran keramik yang diadakan di Jepang pada bulan Maret-April 1991. Shigaraki adalah salah satu daerah penghasil keramik paling terkenal di Jepang, jadi wajar saja kalau acaranya tentang keramik kelas dunia di sana.

Sebutkan Jenis Jenis Bahan Untuk Membuat Kemasan Kerajinan Berbasis Media Campuran

Kemudian 7 pengrajin (semuanya wanita) atau pengrajin Indonesia dikirim ke sana. 2 diantaranya berasal dari Bayat. Tak disangka pada acara yang dihadiri oleh berbagai negara dari berbagai benua ini, alat putar yang digunakan dalam produksi gerabah Bayat ini mendapat standing ovation dari para pengunjung. “Ternyata yang paling menarik, yang paling menarik bagi para ahli yang hadir, adalah alat miring ini.” jelas Pak Harno. Alat pemutar panci membuat Indonesia bangga.

Meski menarik perhatian seorang profesor dan pengunjung Jepang selama pameran di Jepang, bukan berarti tidak ada kendala. Tantangan terbesar terletak pada seniman itu sendiri. Pak Harno menciptakan istilah roh “dalam” dan “luar”.

Keramik Bayat memiliki “roh luar” dari pihak luar seperti Prof. Kawasaki, tapi tidak ada “semangat batin” dari para senimannya. Apa Prof. Semangat dan bantuan Kawasaki, tapi tanpa komitmen yang kuat dari para pengrajin? Faktanya, kebanyakan master cenderung cerewet dan ikut-ikutan saja. Mereka tidak mengetahui apa tujuan mereka membuat gerabah, dan mereka tidak memiliki komitmen yang kuat untuk membuat gerabah Bayat. Pada akhirnya, hasil yang diperoleh masih kurang optimal. Meskipun prof. Kawasaki datang ke Indonesia pada tahun 2014 dan para seniman diberi ruang yang berbeda, seniman lokal masih sama. Ini kisah Pak Harno. Itu PR besar. Padahal, tergantung senimannya sendiri apakah kerajinan bayat itu maju atau tidak.

Di zaman yang serba canggih dan serba cepat seperti ini, sangat jarang ditemukan generasi muda yang terampil membuat kerajinan tradisional. Tapi Priesta Devi adalah pengecualian. Ternyata bukan hanya Pak Harno dan istrinya yang bisa membuat gerabah, anak keduanya juga bisa. Remaja berusia 14 tahun yang masih duduk di bangku kelas 3 SD ini bahkan sudah belajar membuat aneka keramik B-heel. Ini menjadikannya artis terbaru kesebelas di Meet the Makers. Keahliannya di bidang keramik ditampilkan dalam demo kerajinan di Meet the Makers Indonesia ke-11, Alun-alun Indonesia (21/10/16). Aku langsung terkejut, “Kamu gila, Nak!” Tak mau ketinggalan, saya pun mengabadikan skill Priest dan mengunggahnya ke YouTube, seperti yang terlihat dalam video cantik di bawah ini.

Pdf) Makalah Prakarya: Kerajinan Bahan Alam

Tapi tidak ada yang terjadi segera. Mie instan pun perlu dimasak terlebih dahulu sebelum digunakan. Hal yang sama berlaku untuk kemampuan Priest membuat tembikar. Menempuh pendidikan sejak kelas 6 SD, Priesta mengaku belum mahir membuat tanah liat hingga kelas 2 SD. Itu berarti butuh dua tahun sebelum dia bisa. Jika Priesta memakan waktu 2 tahun, bagaimana dengan saya? Ha ha

Oh iya, ada beberapa hal menarik dalam wawancara saya dengan Priest. Ketika saya bertanya kepada Priest mengapa dia menyukai sajak keramik B, dia berkata, “Unik.” Lalu, saat ditanya kenapa, Priesta menjawab, “Karena sudah diusir.” Seorang reporter dan saya langsung menertawakan jawabannya. Hah, benar. Tembikar Bayat memiliki keunikan karena alat yang digunakan miring.

Keunikan inilah yang membuat Priest senang ketika menciptakan keramik Bayat. Dia menggunakan posisi ini pada hari Sabtu dan Minggu. Terlahir dari keluarga pembuat tembikar, mudah baginya untuk menjadi pembuat tembikar saat dewasa. Namun, ketika ditanya apakah dia berencana melanjutkan bisnis keramik ayahnya, dia menjawab dengan malu-malu: “Saya belum tahu.”

Priesta adalah salah satu dari sedikit anak muda yang mempraktikkan kerajinan tradisional. Meski dia sendiri belum punya rencana, apakah dia akan melanjutkan pelestarian kerajinan baiat “peninggalan” bapaknya atau tidak, bagi saya itu tidak penting. Hal ini bisa dimaklumi mengingat usianya yang masih muda. Jalan masih panjang. Keterampilan tembikarnya juga patut diacungi jempol.

Kelas Viii Prakarya Bs Semester 2 Kerajinan Bahan Lunak

Ada kabar baik di baliknya. Priesta membawa angin segar bagi dunia kerajinan tangan tradisional di Indonesia, kali ini mengikuti tema pameran “Meet the Makers”. Jumlah pertanyaan nanti, yang terpenting didahulukan.

11. Pameran Meet The Makers Handicraft yang diselenggarakan oleh Red Lotus bekerja sama dengan Alun-alun Indonesia, Grand Indonesia dari tanggal 21 Oktober hingga 2 November 2016 hanya berlangsung selama dua minggu. Namun, pameran ini setidaknya merupakan investasi jangka panjang bagaimana menumbuhkan kecintaan terhadap kerajinan tradisional pada banyak orang, terutama di kalangan anak muda. Selain itu, Meet The Makers ke-11 juga merupakan waktu untuk mencari Priesta berikutnya atau Priesta berikutnya untuk memulihkan para pengrajin dengan lebih baik. Tidak hanya di bidang keramik, tetapi juga di bidang kerajinan tradisional. Semoga makin banyak.

Hadi

Seorang penulis artikel blog yang berbakat dengan kecintaan yang mendalam terhadap dunia tulis-menulis. Dilahirkan dan dibesarkan di kota kecil di Indonesia, Hadi menemukan hasratnya dalam menulis sejak usia muda.

Tags

Related Post

Tinggalkan komentar